Gog dan Magog

Gog dan Magog



Gog dan Magog (/É¡É’É¡//ˈmeɪɡɒɡ/; Ibrani: ×’ּוֹ×’ וּמָגוֹ×’ Gog u-Magog) muncul dalam Alkitab Ibrani dan Perjanjian Lama sebagai orang-orang individual, atau sebagai suku bangsa, atau sebagai tanah air. Kitab Yehezkiel menggambarkan mereka sebagai musuh-musuh Allah pada akhir zaman, sebuah pandangan eskatologi yang diambil dalam Kitab Wahyu, namun tidak ada hubungan yang dibuat dalam pasal-pasal kitab lainnya dimana kata tersebut muncul.
Dalam sumber-sumber klasik dan abad pertengahan, Gog dan Magog adalah suku bangsa yang bermukim di wilayah yang berada di dalam Gerbang Aleksander, sebuah pembatas legendaris yang yang didirikan oleh Aleksander Agung: Yosefus, yang menulis pada abad ke-1 Masehi, menanggap mereka sebagai bangsa Skithia, dan di seluruh Timur Tengah, mereka diidentifikasikan sebagai suku bangsa nomaden Eurasia yang meliputi suku Hun, suku Khazar, dan bangsa Mongol, yang dikait-kaitkan dengan berbagai legenda mengenai suku Amazon, Yahudi Merah, dan Sepuluh Suku Hilang dari Israel.
Nama mereka muncul dalam Al-Qur'an dengan sebutan Yakjuj dan Makjuj (Arab: ÙŠØ£Ø¬ÙˆØ¬ ومأجوج‎ YaʾjÅ«j wa-MaʾjÅ«j), dan dunia Muslim mula-mula mengidentifikasi mereka dengan suku-suku Turkic dari Asia Tengah dan kemudian dengan bangsa Mongol. Pada zaman modern, mereka masih dikaitkan dengan pemikiran apokaliptik, khususnya di Amerika Serikat dan dunia Muslim.

Nama Gog dan Magog

Penyebutan pertama dari kedua nama tersebut tercantum dalam Kitab Yehezkiel, dimana Gog merupakan nama dari seorang individual dan Magog adalah nama dari tanah airnya; dalam Kejadian 10, Magog adalah seseorang dan tidak menyebutkan Gog, dan dalam Kitab Wahyu, Gog dan Magog muncul bersama sebagai dua negara yang bermusuhan di dunia. Seseorang dari Suku Ruben dinamai Gog atau Goug seperti yang dicantumkan dalam 1 Tawarikh 5:4, namun kemunculannya tidak berhubungan dengan Gog dari Kitab Yehezkiel atau Magog dari Kitab Kejadian.
Bentuk "Gog dan Magog" dianggap merupakan kependekan dari "Gog dan/dari tanah Magog", berdasarkan pada penggunaannya dalam Septuaginta, terjemahan Yunani dari Alkitab Ibrani. Sebuah contoh dari bentuk kombinasi tersebut dalam bahasa Ibrani (Gog u-Magog) ditemukan, namun konteksnya tidak jelas, dan hanya tercantum dalam sebuah fragmen Naskah Laut Mati.
Pengartian nama Gog masih tidak diketahui, dan dalam berbagai kasus, pengarang nubuat Yehezkiel nampaknya memutuskan untuk tidak menjelaskannya lebih lanjut; upaya-upaya dibuat untuk mengidentifikasikannya dengan berbagai tokoh, yang paling terkenal adalah Gyges, seorang raja dari Lydia pada awal abad ke-7, namun beberapa cendekiawan tidak mempercayai bahwa ia berkaitan dengan tokoh sejarah manapun. Nama Magog pun demikian, namun datang dari kata Asiria mat-Gugu, "Tanah Gyges", yang diyakini adalah Lydia. Selain itu, Gog diyakini berasal dari kata Magog ketimbang kata lainnya, dan "Magog" diyakini merupakan sebuah kode untuk Babilonia.

Teks Yudeo-Kristen

Panel champlevé Mosan pertengahan abad ke-12 yang menggambarkan Penglihatan Tanda "Tau" oleh Yehezkiel dari Yehezkiel IX:2–7

Yehezkiel dan Perjanjian Lama

Kitab Yehezkiel mencatat serangkaian penglihatan yang dialami oleh nabi abad ke-6 SM Yehezkiel, seorang pendeta Bait Salomo yang menjadi salah satu orang buangan pada masa pengasingan Babilonia. Menurut yang ia katakan kepada orang-orang buangan sejawatnya, Peristiwa pengasingan tersebut merupakan hukuman Allah terhadap bangsa Israel karena telah membangkang, namun Allah akan mengembalikan bangsa-Nya ke Yerusalem saat mereka kembali kepadanya. Setelah pesan tersebut dikeluarkan, Yehezkiel 38–39 berkata tentang bagaimana Gog dari Magog dan para antek-anteknya menjanjikan akan mengembalikan bangsa Israel namun saat dihancurkan, saat Allah akan mendirikan sebuah Bait baru dan menempatkan bangsa-Nya di wilayah tersebut selamanya (pasal 40–48).
Datanglah firman TUHAN kepadaku: "Hai anak manusia, tujukanlah mukamu kepada Gog di tanah Magog yaitu raja agung negeri Mesekh dan Tubal dan bernubuatlah melawan dia dan katakanlah: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Lihat, Aku akan menjadi lawanmu, hai Gog raja agung negeri Mesekh dan Tubal ... Orang Persia, Etiopia, dan Put menyertai mereka  ... juga Gomer dengan seluruh bala tentaranya, Bet-Togarma dari utara sekali dengan seluruh bala tentaranya, banyak bangsa menyertai engkau.
Dalam seluruh kitab dari Perjanjian Lama, Gog hanya muncul dalam pasal-pasal tersebut. Sekutu-sekutu Gog tersebut terdiri dari Mesekh dan Tubal yang merupakan kerajaan abad ke-7 di tengah Anatolia utara Israel, Persia di bagian timur, Etiopia dan Put (Libya) di bagian selatan; Gomer berasal dari suku Kimmeri, sebuah suku nomadik di utara Laut Hitam, dan Beth-Togarmah yang berada di perbatasan Tubal. Perhimpunan tersebut mewakili sebuah aliansi multi-nasional yang berada di sekitaran Israel. "Kenapa penjelasan nabi terhadap sebagian besar bangsa-bangsa tersebut tidak jelas," namun diyakini kekuasaan dan reputasi mereka untuk kekerasan dan misteri "membuat Gog dan perhimpunannya dijadikan lambang musuh dasar, bangkit melawan Allah dan bangsa-Nya". Pesan teologi dari kisah Gog terjadi atas kehendak Allah, dan peristiwa-peristiwa selanjutnya yang tercantum pada pasal 40–48 (pembangunan kembali Bait Allah dan kehadiran abadi Allah kepada bangsa-Nya) menampilkan karakter eskatologi pada peristiwa tersebut .
Bukti internal mengindikasikan bahwa kisah Gog lebih substansial ketimbang pasal-pasal sekitabnya dan ditulis antara abad ke-4 dan ke-2 SM. Pengarang membuat daftar sekutu Gog-nya dengan nama-nama campuran dari Kejadian 10, "Tabel Bangsa-Bangsa"–Magog, Meshek, Tubal, Etiopia, Put, dan Gomer–dengan nama para mitra dagang Tyre dalam Yehezkiel 27, dimana seluruh nama dicantumkan kecuali Magog, ditambah Persia–dan menyatakan bahwa mereka adalah musuh-musuh akhir zaman Israel menurut pengartian Yesaya 66:19, dimana beberapa nama tersebut dan, seperti halnya nubuat Gog, disajikan sebagai sebuah eskatologi.

Gog dan Magog dari Yehezkiel sampai Wahyu

Gog dan Magog mengepung Kota Orang-Orang Suci. Penggambaran mereka dengan hidung-hidung bengkok tersebut dinyatakan oleh Paul Meyer.
Apokalips Perancis Lama dalam ayat, Toulouse MS. 815, fol. 49v
Sepanjang beberapa abad berikutnya, tradisi Yahudi mengubah Gog dari Magog seperti yang tercantum dalam kitab Yehezkiel menjadi Gog dan Magog. Proses tersebut, dan perubahan geografi Gog dan Magog, dapat terlihat pada sastra masa tersebut. Contohnya, buku ke-3 Orakel Sibylline yang berasal dari Yudaisme Mesir pada pertengahan abad ke-2 SM, mengubah "Gog dari Magog" seperti yang tercantum dalam kitab Yehezkiel menjadi "Gog dan Magog," menghubungkan nasib mereka dengan sebelas bangsa lainnya, dan menempatkan mereka "di tengah-tengah sungai Aethiopia"; tempat tersebut dipandang sebagai sebuah lokasi yang aneh, namun geografi kuno terkadang menempatkan Ethiopia di sebelah Persia atau terkadang India. Kalimat tersebut memiliki sebuah teks sangat tidak jelas, dengan beragam manuskrip mengelompokkan mereka pada tulisan-tulisan teks Yunani ke dalam firman, yang berujung pada pembacaan yang berbeda; salah satu grup manuskrip ("grup Y") menghubungkan mereka dengan "Moesia dan Dacia", di timur Eropa, dan lainnya.
Kitab Yobel, dari sekitar masa yang sama, membuat tiga rujukan kepada Gog atau Magog; yang pertama, Magog adalah seorang keturunan dari Nuh, seperti yang tercantum dalam Kejadian 10; yang kedua, Gog adalah sebuah wilayah di sebelah perbatasan Japheth; dan yang ketiga, sebuah bagian dari tanah Japheth bersinggungan dengan Magog. Kitab Henokh, karya antar-perjanjian lainnya, mengisahkan bagaimana Allah memerintahkan Medes dan Parthia (pengganti dari Gog dan Magog) untuk menyerang Yerusalem, dimana mereka dihancurkan. Liber Antiquitatum Biblicarum dari abad ke-1, yang mengisahkan kembali sejarah Alkitab dari Adam sampai Saul, dikenal karena mendaftarkan dan menamai tujuh putra Magog, dan menyebut "ribuan" keturunannya. Taurat Samaria dan Septuaginta (sebuah terjemahan Yunani dari Alkitab Yunani yang dibuat pada beberapa abad terakhir dari era pra-Kristen) sedikit memperkenalkan nama Gog yang pada Alkitab Ibrani diartikan untuk sesuatu yang lain, atau menggunakan kata Magog untuk penggunaan kata Gog dalam versi Ibrani, menandakan bahwa penggunaan nama tersebut telah ditukar.
Kitab Wahyu 19:11–21:8, yang berasal dari abad ke-1 Masehi, mengisahkan bagaimana Iblis ditahan selama seribu tahun, dan bagaimana, saat ia dibebaskan, ia akan menyesatkan "bangsa-bangsa pada keempat penjuru bumi, Gog dan Magog," menuju sebuah pertarungan terakhir melawan Yesus dan santo-santonya:
Dan setelah masa seribu tahun itu berakhir, Iblis akan dilepaskan dari penjaranya, dan ia akan pergi menyesatkan bangsa-bangsa pada keempat penjuru bumi, yaitu Gog dan Magog, dan mengumpulkan mereka untuk berperang dan jumlah mereka sama dengan banyaknya pasir di laut.

Penulisan Midrasik

Setelah kegagalan pemberontakan Bar Kokhba yang anti-Romawi pada abad ke-2 Masehi dimana seorang pemimpin manusia dipandang sebagai mesias yang dijanjikan, Yahudi mulai memasuki zaman mesianik dalam hal supranatural: yang pertama akan datang seorang penggerak mesias Yusuf, yang akan mengalahkan musuh-musuh Israel, yang diidentifikasikan sebagai Gog dan Magog, untuk mepersiapkan jalan bagi mesias Daud; kemudian orang-orang mati akan bangkit, pengadilan ilahi akan datang, dan orang-orang baik akan dihargai. Aggadah, teks eksegetikal homiletik dan non-legalistik dalam sastra rabbinik klasik Yudaisme, menyebut Gog dan Magog sebagai dua nama untuk negara sama yang akan datang melawan Israel pada perang akhir. Kaum rabbi tidak mengaitkan negara atau wilayah secara khusus yang mereka yakini sebagai sebuah lokasi di utara Israel, namun cendekiawan Yahudi besar Rashi mengidentifikasi umat Kristen sebagai sekutu mereka dan berkata bahwa Allah akan menggagalkan rencana mereka untuk membunuh seluruh orang Israel.

Aleksander Agung

Tanah "Gog i Magog", rajanya menunggani seekor kuda, yang diikuti oleh para pengikutnya (kanan bawah); Gerbang Aleksander, menampilkan Aleksander, Antikristus, dan para peniup terompet (kiri atas).
Catalan Atlas (1375), Paris, Bibliothèque Nationale.
Sejarawan Yahudi abad ke-1 Yosefus mengidentifikasikan bangsa Gog dan Magog sebagai Skithia, suku bangsa barbar pengendara kuda dari sekitaran Sungai Don dan Laut Azov. Josefus mengutip sebuah cerita tradisional yang menyatakan bahwa Gog dan Magog dikurung oleh Aleksander Agung di balik gerbang besi di "Pegunungan Kaspia", yang umumnya diidentifikasikan dengan Pegunungan Kaukasus. Legenda tersebut tersebar di kalangan Yahudi sezaman pada masa tersebut, yang bertepatan dengan permulaan Era Kristen. Beberapa abad kemudian, kisah tersebut dicantumkan dalam Apokalips Pseudo-Methodius dan Romansa Aleksander.

Teks-teks pendahulu dalam bahasa Suryani

Pseudo-Methodius, yang aslinya ditulis dalam bahasa Suryani, dianggap menjadi sumber kisah Gog dan Magog yang masuk dalam versi-versi Barat Romansa Aleksander. Sebuah Legenda Aleksander berbahasa Suryani terawal berisi beberapa penjelasan Gog dan Magog yang berbeda, yang masuk dalam versi Arab yang hilang, atau versi Ethiopia dan kemudian Oriental dari romansa Aleksander.
Dalam Legenda Aleksander berbahasa Suryani yang berasal dari tahun 629–630, Gog (bahasa Suryani: Ü“ܘܓ, gwg) dan Magog (bahasa Suryani: Ü¡Ü“ܘܓܵ, mgwg) muncul sebagai raja bangsa-bangsa Hun. Ditulis oleh seorang Kristen yang berbasis di Mesopotamia, Legenda tersebut dianggap menjadi karya pertama yang menghubungkan Gerbang tersebut dengan gagasan bahwa Gog dan Magog memainkan sebuah peran pada akhir zaman. Legenda tersebut mengklaim bahwa Aleksander mengukir nubuat-nubuat pada wajah Gerbang tersebut, menandai tanggal kapan bangsa-bangsa Hun, yang terdiri dari 24 bangsa, akan meruntuhkan Gerbang tersebut dan dan menguasai sebagian besar wilayah dunia.
Pseudo-Methodius menambahkan sebuah unsur baru dalam naratif tersebut; dua gunung bergerak bersamaan mempersempit ruang, yang kemudian disegel dengan sebuah gerbang melawan Gog and Magog. Gagasan tersebut juga muncul dalam Romansa Aleksander Barat dan al-Qur'an.

Romansa Aleksander

Legenda Gog dan Magog ini tidak ditemukan pada versi-versi awal Romansa Aleksander dari Pseudo-Callisthenes, yang manuskrip tertuanya beradal dari abad ke-3, namun sebuah interpolasi dalam bentuk sandurannya dibuat sekitar abad ke-8. Dalam versi Yunani terpanjang dan terbaru mengisahkan Bangsa-Bangsa Tak Bersih, yang meliputi Goth dan Magoth sebagai raja mereka, dan seluruh orang pada bangsa tersebut memakan ulat, anjing, jenazah dan janin manusia. Mereka bersekutu dengan bangsa Belsiria (Bebrikes, dari Bithinia yang sekarang berada pada Turki Utara), dan disegel di dalam "Payudara dari Utara", sepasang gunung yang berjarak lima puluh hari pawai menuju ke arah utara.
Gog dan Magog muncul dalam beberapa versi romansa Perancis Lama berikutnya. Dalam Roman d'Alexandre, Bab III, fr (Lambert le Tort) (sekitar tahun 1170), Gog dan Magog ("Gos et Margos", "Got et Margot") merupakan negara-negara vassal dari Porus, raja India, yang menyediakan pasukan auksiliaris sejumlah 400,000 pria. Didatangi oleh Aleksander, mereka kabur melalui jalur sempit di pegunungan Tus (atau Turs), dan disegel oleh dinding yang didirikan disana, sampai akhirnya Antikristus datang. Bab IV dari kisah puitis tersebut mengisahkan bahwa tugas menjaga Gog dan Magog, serta kekuasaan atas Suriah dan Persia diserahkan kepada Antigonus, salah satu penerus Aleksander.
Gog dan Magog memangsa manusia.
Roman de toute chevalerie karya Thomas de Kent, manuskrip Paris, abad ke-14
Gog dan Magog juga muncul dalam romansa Aleksander Perancis lama, Roman de toute chevalerie (sekitar 1180) karya Thomas de Kent, yang digambarkan sebagai para penghuni gua yang memangsa daging manusia. Sebuah catatan yang sama tercantum dalam sebuah karya Inggris Abad Pertengahan King Alisaunder (vv. 5938–6287). Dalam Roman d'Alexandre en prose dari Perancis pada abad ke-13, Aleksander dihadap para kanibal yang mengambil alih peran Gog dan Magog. Kisah tersebut merupakan sebuah kasus transmisi imperfek, semenjak sumber prosa Aleksander, karya Latin buatan Pendeta Agung Leo dari Naples yang dikenal sebagai Historia de Preliis, menyebut "Gogh et Macgogh", setidaknya dalam beberapa manuskrip.
Gog dan Magog tak hanya pemakan daging manusia, dan diilustrasikan sebagai manusia "berhidung sangat lancip" dalam contoh-contoh seperti "peta Henry dari Mainz", sebuah contoh terkenal dari Mappa mundi. Gog dan Magog dikarikaturkan sebagai figur-figur berhidung bengkok pada sebuah miniatur yang menggambarkan serangan mereka ke Kota Suci, yang ditemukan dalam sebuah manuskrip Apokalips dalam bahasa Inggris-Norman.

Identifikasi dengan peradaban

Penulis-penulis gereja perdana (seperti Eusebius) kemudian mengidentifikasikan Gog dan Magog dengan bangsa Romawi dan kaisar mereka. Setelah Kaisar menjadi Kristen, Ambrose (meninggal pada 397) mengidentifikasikan Gog dengan bangsa Goth, Hieronimus (meninggal pada 420) dengan Skithia dan Jordanes (meninggal sekitar tahun 555) berkata bahwa bangsa Goth, Skithian dan bangsa Amazon merupakan bangsa yang sama; ia juga mengutip gerbang Aleksander di Kaukasus. Penulis Bizantium Procopiusberkata bahwa Huns Alexander telah dikurung, dan seorang biarawan Barat yang bernama Fredegar menganggap Gog dan Magog sebagai segerombolan liar dari gerbang Aleksander yang telah membantu kaisar Bizantium Heraclius (610–641) melawan Saracen.

Identifikasi Nomadik

Karena merupakan salah satu bangsa nomadik ketimbang bangsa-bangsa lainnya di wilayah Eurasia, sehingga identifikasi Gog dan Magog dialihkan. Pada abad ke-9 dan ke-10, kerajaan-kerajaan tersebut diidentifikasikan oleh beberapa orang dengan tanah bangsa Khazar, sebuah bangsa Turkic yang berpindah ke agama Yudaisme dan seluruh kekaisarannya mendominasi Asia Tengah–biarawan abad ke-9 Christian dari Stavelot memberi rujukan ke Gazari, berkata bahwa bangsa Khazar adalah mereka yang "tinggal di tanah Gog dan Magog" dan menyatakan bahwa mereka "disunat dan menaati seluruh [hukum] Yudaisme". Penjelajah Arab Ibnu Fadlan juga melaporkan kepercayaan tersebut, pada penulisan yang dibuat sekitar tahun 921, ia menyatakan bahwa "Beberapa orang memegang pendapat bahwa Gog dan Magog adalah bangsa Khazar". Menurut Korespondensi Khazar terkenal (sekitar 960), Raja Yusuf dari Khazaria mengklaim bahwa rakyatnya adalah keturunan "Kozar", putra ketujuh dari Togarmah, meskipun ia tidak menyebut Gog dan Magog.
Setelah bangsa Khazar kedatangan bangsa Mongol, yang dipandang sebagai sekelompok misterius dan tak terlihat dari timur yang menghancurkan kekaisaran-kekaisaran dan kerajaan-kerajaan Muslim pada awal abad ke-13; raja-raja dan paus-paus menganggap mereka sebagai Presbiter Yohanes yang legendaris, yang datang untuk menyelamatkan umat Kristen dari Saracen, namun saat mereka masuk Polandia dan Hongaria dan memusnahkan tentara-tentara Kristen, bangsa Eropa menganggap mereka sebagai "Magogoli", sebuah perwujudan dari Gog dan Magog, yang keluar dari penjara Aleksander yang dibangun untuk mengurung mereka dan mendatangkan Armageddon.
Orang Eropa di Tiongkok pada Abad Pertengahan melaporkan temuan-temuan dari perjalanan mereka menuju ke Kekaisaran Mongol. Beberapa catatan dan peta mulai menempatkan "Pegunungan Kaspia", dan Gog dan Magog, tepat di luar Tembok Raksasa Tiongkok. Hubungan Tartar, sebuah catatan perjalanan Frater Carpini pada 1240an ke Mongolia, merupakan sebuah catatan yang unik yang mendakwa bahwa Pegunungan Kaspia di Mongolia, "dimana Yahudi disebut Gog dan Magog oleh negarawan sejawat mereka dikatakan dikurung oleh Aleksander", selain dipersiapkan oleh bangsa Tartar untuk menjadi magnetik, menyebabkan seluruh senjata dan peralatan besi terbang di atas pegunungan tersebut. Pada 1251, frater Perancis André de Longjumeau memberitahu rajanya bahwa bangsa Mongol berasal dari wilayah gurun timur jauh, dan bangsa Gog dan Magog ("Got dan Margoth") yang apokaliptik berdiam di luarnya, dikurung oleh pegunungan.
Pada kenyataannya, Gog dan Magog diakui oleh bangsa Mongol sebagai leluhur mereka, setidaknya beberapa orang dari populasinya. Penjelajah dan Frater Riccoldo da Monte di Croce mencatatnya sekitar tahun 1291, "Mereka mengatakan kepada diri mereka sendiri bahwa mereka merupakan keturunan dari Gog dan Magog: dan pada catatan ini, mereka disebut Mogoli, seperti halnya penyebutan Magogoli". Marco Polo, yang melakukan penjelajahan ketika teror awal berlangsung, menyebut Gog dan Magog sebagai bangsa Tartar di Tenduc, namun kemudian diklaim bahwa nama Gog dan Magog merupakan terjemahan dari nama tempat Ung dan Mungul, yang masing-masing ditinggali oleh bangsa Ung dan Mongol.
Sebuah penjelasan yang diberikan oleh Orientalis Henry Yule menyatakan bahwa Marco Polo merupakan satu-satunya orang yang menyebut "Rampart dari Gog dan Magog", sebuah nama untuk Tembok Raksasa Tiongkok. Pernyataan frater André yang menduga Gog dan Magog merupakan bangsa Mongolia dari timur jauh memiliki pengartian yang sama.

Tuduhan terhadap Yahudi

Beberapa masa sepanjang abad ke-12, Sepuluh Suku yang Hilang dari Israel dikaitkan dengan Gog dan Magog; mula-mula oleh Petrus Comestor dalam Historica Scholastica(sekitar 1169–1173). Meskipun pernyataan tersebut menjadi hal umum, beberapa orang, seperti Riccoldo atau Vincent de Beauvais masih skeptis, dan membedakan Suku-Suku yang Hilang dari Gog dan Magog. Yang paling terkenal, Riccoldo melaporkan sebuah tradisi rakyat Mongol yang menyatakan bahwa mereka keturunan Gog dan Magog. Ia juga mengalamatkan beberapa pemikiran (bangsa Barat atau bangsa-bangsa lainnya) yang menyatakan bahwa bangsa Mongol merupakan Penjajah Yahudi, namun setelah berkembangnya pro dan kontra, ia menyatakan bahwa pernyataan tersebut memunculkan sebuah pertanyaan besar.
Biarawan Fransiskan Flemish William dari Rubruck, yang merupakan saksi mata tangan pertama tembok Aleksander di Derbent di pesisir Laut Kaspia pada 1254, mengidentifikasikan bangsa di dalam tembok tersebut sebagai "suku-suku liar" dan "bangsa-bangsa nomaden gurun", namun salah satu peneliti membuat Rubruck menyangkanya sebagai Yahudi, dan bahwa ia berbicara dalam konteks "Gog dan Magog". Tuduhan terhadap Yahudi kemudian disebut sebagai "Yahudi Merah" (die roten juden) di wilayah pemakai bahasa Jerman; sebuah istilah yang mula-mula digunakan dalam sebuah epik Arthur yang berasal dari tahun 1270an, dimana Gog dan Magog merupakan dua gunung yang mengurung bangsa tersebut.
Pengarang Travels of Sir John Mandeville, sebuah buku dengan penjualan terbaik pada abad ke-14, berkata bahwa ia menemukan Yahudi di Asia Selatan dimana, seperti halnya Gog dan Magog, mereka dikurung oleh Aleksander, berencana kabur dan bergabung dengan Yahudi dari Eropa untuk menghancurkan umat Kristen.

Gog dan Magog dalam tradisi Muslim

Tembok Dzulkarnain (Aleksander). Gog dan Magog digambarkan sebagai setan-setan yang membantu pembangunan tembok untuk menjaga mereka dari masyarakat lainnya. (miniatur Persia abad ke-16)
Penggabungan Gog dan Magog dengan legenda Aleksander dan Gerbang Besi tersebar di seluruh Timur Dekat pada abad-abad awal era Kristen. Dalam Islam, Aleksander diyakini sebagai tokoh dari Dzulkarnain, yang disebutkan dalam Surah 18 al-Qu'ran. Dzulkarnain (Aleksander), yang melakukan penjelajahan sampai ke ujung dunia, bertemu "sebuah bangsa yang menerima wahyu" yang meminta bantuannya untuk membangun sebuah pembatas yang akan memisahkan mereka dari bangsa Yakjuj dan Makjuj (Gog dan Magog), yang "melakukan kejahatan besar di bumi". Ia sepakat untuk membangunnya untuk mereka, namun memperingatkan bahwa ketika waktunya telah tiba (Akhir Zaman), Allah akan menghancurkan pembatas tersebut dan Yakjuj dan Makjuj akan keluar dari pembatas tersebut.
Monster Gog dan Magog, oleh al-Qazwini (1203–1283).
Tradisi-tradisi Muslim awal dijelaskan oleh Zakariya al-Qazwini (meninggal pada 1283) dalam dua karya populer yang disebut Kosmologi dan Geografi. Ia berkata, Gog dan Magog tinggal di dekat laut yang mengelilingi Bumi dan hanya dapat dijangkau oleh Allah; mereka hanya memiliki tinggi seukuran setengah manusia normal, dengan cakar menggantikan kuku dan ekor berambut dan telinga berambut panjang yang mereka gunakan sebagai kasur dan alas untuk tidur. Mereka mencakar-cakar tembok tersebut setiap hari sampai mereka hampir dapat merobohkannya, dan setiap malam Allah memulihkannya, namun saat mereka menghancurkannya maka mereka akan menghimpun pasukan yang "garda depannya di Suriah dan garis belakangnya di Khorasan".
Ketika Yakjuj dan Makjuj diidentifikasikan sebagai suku bangsa nyata, bangsa tersebut diyakini adalah bangsa Turki, yang menyerang Baghdad dan utara Iran; kemudian, saat bangsa Mongol menghancurkan Baghdad pada 1258, bangsa tersebut dikira Gog dan Magog. Tembok yang memisahkan mereka dari bangsa-bangsa peradaban biasanya diyakini berada di sepanjang Armenia dan Azerbaijan. Namun pada tahun 842, Khalifah Al-Wathiq bermimpi ia melihat tembok tersebut, dan mengirim seorang perwira bernama Sallam untuk menyelidikinya. Sallam kembali lebih dari dua tahun berikutnya dan melaporkan bahwa ia melihat tembok tersebut dan juga menara dimana Dzulkarnain meninggalkan peralatan pembangunannya, dan semuanya masih utuh. Tidak jelas apakah Sallam melihatnya, namun ia mencapai Gerbang Jade, ujung paling barat pada perbatasan Tiongkok. Kemudian, penjelajah abad ke-14 Ibnu Battuta melaporkan adanya tembok tersebut pada perjalanannya selama enam puluh hari dari kota Zeitun, yang berada di pesisir Tiongkok; penerjemah menyatakan bahwa Ibnu Battuta sebetulnya mengira Tembok Raksasa Tiongkok merupakan bangunan yang dibangun oleh Dzulkarnain.

Apokaliptisisme modern

Pada awal abad ke-19, beberapa rabbi Khasidik menyebut invasi Napoleon ke Rusia sebagai "Perang Gog dan Magog". Namun seiring berkembangnya zaman, harapan apokaliptik menyurut saat kalangan masyarakat Eropa mulai semakin mengadopsi sudut pandang ranah sekuler. Peristiwa tersebut tidak menjadi kasus di AS, dimana sebuah jajak pendapat 2002 mengindikasikan bahwa 59% orang Amerika percaya peristiwa-peristiwa yang diprediksi dalam Kitab Wahyu akan terjadi. Pada masa Perang Dingin, gagasan bahwa Rusia memegang peran Gog meraih ketenaran, semenjak firman-firman Yehezkiel menyebutnya sebagai "pangeran Meshek"—rosh meshek dalam bahasa Ibrani—yang terdengar seperti Rusia atau Moskwa. Beberapa orang Rusia yang memegang gagasan tersebut, nampaknya tak peduli terhadap pengartian tersebut ("Leluhur ditemukan dalam Alkitab, dan itu sudah cukup"), seperti halnya yang dilakukan Ronald Reagan.
Orang-orang yang hidup pada masa Pasca Perang Dingin masih mengidentifikasikan Gog dengan Rusia, namun sekarang mereka cenderung mengalihkan tuduhan tersebut terhadap negara-negara Islam, khususnya Iran. Pada kepercayaan terkini, turunnya Armageddon dimulai dengan kembalinya Yahudi ke Israel, yang secara cepat disusul oleh tanda-tanda menjelang pertempuran akhir–senjata-senjata nuklir, integrasi, pertikaian Israel di Yerusalem, dan peperangan Amerika di Afghanistan dan negara-negara Teluk. Sebelum Invasi Irak 2003, Presiden George W. Bush berkata kepada Jacques Chirac bahwa Gog dan Magog sedang bekerja di Timur Tengah: "Konfrontasi ini dikehendaki oleh Allah," ia berkata kepada pemimpin Perancis tersebut, "siapa yang ingin menggunakan konflik ini untuk memusnahkan musuh-musuh dari bangsa mereka sebelum Zaman Baru dimulai". Chirac menemui seorang profesor di Fakultas Teologi Universitas Lausanne (Swiss) untuk membabarkan pernyataan Bush tersebut.
Dalam tradisi apokalptik Islam, akhir dunia didahului oleh munculnya Gog dan Magog, yang dihancurkan oleh Allah dalam satu malam pada Hari Penghakiman Terakhir. Reinterpretasi masih menjadi tidak umum setelah zaman Klasik, namun kebutuhan dunia modern memproduksi sejumlah badan sastra apokaliptik baru dimana Gog dan Magog diidentifikasikan sebagai Yahudi dan Israel, atau Sepuluh Suku yang Hilang, atau terkadang Komunis Rusia dan Tiongkok. Pada satu masalah, para penulis tersebut berusaha untuk menemukan pembatas yang mengurung Gog dan Magog di baliknya, dan tidak ditemukan di dunia modern; jawabannya bervariasi, beberapa penulis berkata bahwa Gog dan Magog adalah bangsa Mongol dan bahwa tembok tersebut sekarang sudah tidak ada, penulis lainnya berkata bahwa tembok tersebut beserta Gog dan Magog berwujud tidak terlihat.


Buka juga :

Post a Comment

Silahkan berkomentar

Previous Post Next Post