Kriteria Pekerjaan Halal dalam Islam

Kriteria Pekerjaan Halal dalam Islam


Islam mengajarkan kaum Muslim untik bekerja mencari nafkah atau menyambut rezeki dari Allah SWT. Islam mewajibkan umatnya untuk mencari rezeki.

“Mencari rezeki yang halal itu adalah wajib bagi setiap orang Islam” (HR. Ibnu Mas’ud).
Selain itu, Islam juga memerintahkan umatnya agar mencari rezeki dengan cara halal, cara yang baik, atau memiliki pekerjaan halal.

“Wahai umat manusia, bertakwalah engkau kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki, karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati, hingga ia benar-benar telah mengenyam seluruh rezekinya, walaupun terlambat datangnya. Maka bertakwalah kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki. Tempuhlah jalan-jalan mencari rezeki yang halal dan tinggalkan yang haram.” (HR. Ibnu Majah)
“Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang baik-baik yang telah kami rezekikan kepadamu” (QS. Al Baqarah: 172).

Mencari rezeki yang halal (memiliki pekerjaan halal) termasuk jihad (berjuang) di jalan Allah SWT.

Dalam sebuah hadits sisebutkan, suatu hari ada seseorang yang berjalan melalui tempat Rasulullah. Orang itu sedang bekerja dengan tekun dan tangkas. 


Para sahabat lalu berkata, “Ya Rasulullah, andaikata bekerja seperti dia dapat digolongkan fi sabilillah, alangkah baiknya.” Lantas Rasulullah mengatakan, 


“Jika ia bekerja untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, itu fi sabilillah; Jika ia bekerja untuk membela kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia, itu fi sabilillah; dan jika ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak meminta-minta, itu fi sabilillah...” (HR. Thabrani).



Kriteria Pekerjaan Halal

Secara umum, pekerjaan halal adalah profesi yang tidak melanggar aturan Allah SWT. Pekerjaan halal adalah bekerja dengan tidak melanggar hal-hal yang diharamkan Islam.

Dagang, usaha, jual beli, atau bisnis, baik bisnis produk maupun jasa, merupakan salah satu jenis pekerjaan.

Sebuah bisnis yang dilakukan dengan baik, jujur, tidak menipu, tidak berbohong, dan bukan memperjualbelikan barang haram, maka itu termasuk pekerjaan halal.

Pekerjaan halal juga bisa dipahami sebagai pekerjaan yang tidak termasuk tindak kejahatan yang diharamkan Islam.

Profesi atau pekerjaan yang diharamkan dalam Islam antara lain : mencuri, merampok, menodong, menjambret, menipu, menjadi penadah barang curian, melacurkan diri (pelacur), bisnis berbau pornografi, judi, dan jual beli makanan dan minuman haram.

Selain itu, spekulan, menimbun barang, rentenir, menerima suap, menyesatkan orang dari ajaran yang benar, termasuk pekerjaan haram.

Salah satu penyebab ibadah tidak diterima dan doa tidak dikabulkan oleh Allah SWT adalah karena memakan makanan haram, memakai pakaian hasil cara haram, dan menimum minuman haram.

“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu thoyyib (baik). Allah tidak akan menerima sesuatu melainkan dari yang thoyyib (halal). Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin seperti yang diperintahkan-Nya kepada para Rasul. Firman-Nya: ‘Wahai para Rasul! Makanlah makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.’ Dan Allah juga berfirman: ‘Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang baik-baik yang telah kami rezekikan kepadamu.’” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang seorang laki-laki yang telah menempuh perjalanan jauh, sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdo’a: “Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku.” Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dari yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do’anya?” (HR. Muslim).

Semoga Allah SWT memberi kita kekuatan agar mendapatkan pekerjaan halal, istiqomah di dalamnya, dan mendapat berkah dari rezeki halal yang kita terima. Amin...!


Buka juga :


Post a Comment

Silahkan berkomentar

Previous Post Next Post